Praktik body shaming yang dialami Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendapat kecaman tajam dari LKBH Djoeang Indonesia. Achmad Taufan Soedirdjo menyebut fenomena ini sebagai cermin dari miskinnya moral dan etika dalam praktik demokrasi digital di Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Achmad Taufan Soedirdjo yang juga Ketua Umum LKBH Djoeng Indonesia sebagai bentuk kekecewaannya atas ruang digital yang seharusnya menjadi sarana kritik yang sehat, justru berubah menjadi arena perundungan.
“Saya tersinggung dengan miskinnya moral dan etika di era demokrasi digital dengan melakukan body shaming terhadap Menteri ESDM Republik Indonesia,” ujarnya kepada RadarAktual.
Taufan menegaskan bahwa serangan personal terhadap penampilan fisik dan gaya bicara Bahlil sama sekali tidak mencerminkan kritik yang substantif. Alih-alih mendiskusikan kebijakan strategis seputar harga BBM, hilirisasi tambang, atau transisi energi, sebagian warganet justru memilih jalur rendah dengan melakukan kekerasan verbal.
“Body shaming bukanlah bentuk kritik itu adalah kekerasan. Kapasitas seorang pejabat publik harus diukur dari kualitas kebijakan dan keberpihakannya pada rakyat, bukan dari penampilan fisik atau aksennya,” tegasnya.
Ia memperingatkan bahwa krisis etika semacam ini tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi lebih jauh lagi, menggerus fondasi demokrasi itu sendiri. Demokrasi, menurutnya, membutuhkan partisipasi publik yang cerdas dan beradab.
“Jika ruang digital terus dibiarkan menjadi tempat menghina, maka kita tidak sedang membangun demokrasi, melainkan memperkuat budaya kebencian. Ini bukti literasi digital kita masih sangat dangkal, bukan hanya secara teknis, tapi terutama dalam aspek etika dan empati,” pungkasnya.
Fenomena ini, menurutnya juga diperparah algoritma media sosial yang lebih menyukai konten sensasional dan emosional. “Akibatnya, komentar dangkal kerap lebih viral dibandingkan analisis kebijakan yang berbasis data dan argumen. Koreksi konstruktif tenggelam oleh cacian yang justru mendapat sorotan,” pungkasnya.
Waketum DPP Ormas MKGR ini pun mendorong agar masyarakat dan semua pemangku kepentingan meningkatkan literasi digital, yang tidak hanya terbatas pada kemampuan teknis, tetapi juga pada pembangunan etika dan empati dalam berinteraksi di ruang maya. {radaraktual}





