Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan alasan partainya tak bisa berkoalisi dengan PKS dan Demokrat pada pemilu 2024.
Hasto menuturkan PDIP menghargai posisi PKS dan Demokrat yang menjadi oposisi pemerintah.
Namun, Hasto menuturkan kurang elok jika PDIP berkoalisi dengan partai yang berbeda ideologi.
Selain itu, kata dia, PDIP tak mungkin berkoalisi dengan partai yang menyerang pemerintah.
“Kurang elok dengan berbagai perbedaan ideologi, kami tidak mengambil sikap politik atas kerja sama dengan PKS dan saat ini posisi PDIP mendukung Pak Jokowi, sehingga tidak mungkin juga kita bekerja sama dengan Pak Jokowi dan pada saat bersamaan ada pihak-pihak yang terus menyerang pemerintahan Pak Jokowi dan kemudian dilakukan suatu penggalangan,” kata Hasto di JCC, Senayan, Sabtu (26/6).
“Kan kita juga harus melihat kepemimpinan Pak Jokowi sebagai konsistensi sikap PDIP.
Jadi selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan tetap untuk bekerja sama dengan PKS ditinjau dari aspek ideologi aspek historis, ada hal yang memang berbeda,” lanjutnya.
Sementara itu, Hasto menuturkan PDIP tak bisa berkoalisi dengan Demokrat karena berkaitan dengan aspek historis, terutama saat Presiden SBY memerintah.
“Ketika apa yang dilakukan pemerintahan Bapak SBY selama 2 periode, apakah itu sesuai yang dijanjikan kepada rakyat? Dan dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri politik pertahanan yang digariskan dari zaman Bung Karno, zaman Bu Mega dengan zaman Pak SBY,” kata Hasto.
Apalagi, kata Hasto, saat zaman pemerintahan SBY intoleransi dan radikalisme semakin meningkat.
“Berbagai ketegangan terkait dengan radikalisme intoleransi. Zaman Pak SBY TVRI itu bisa dipakai oleh kelompok yang antikebhinekaan.
Ini kan menjadi catatan kritis dari masyarakat Indonesia untuk melihat pemimpin untuk melihat platform-nya bukan melihat pencitraannya,” tutur dia.
Karena itu, ia menegaskan sikap PDIP mengedepankan persatuan bangsa. Hasto menegaskan PDIP tak mentolerir radikalisme dan intoleransi.
“Tetapi terkait dengan kontestasi pemilu, hal yang rasional apabila ada perbedaan ideologi, perbedaan platform, perbedaan skala prioritas.
Sebagai contoh urusan prinsip kebangsaan kami tidak mentolerir adanya intoleransi radikalisme” tutup Hasto.(Sumber)