Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan masih banyak industri di dalam negeri kesulitan bersaing bukan karena tidak mampu, tetapi karena pasar dibanjiri produk impor yang masuk secara bebas, baik secara legal maupun ilegal.
Agus pun menekankan tren global saat ini juga menunjukkan banyak negara, termasuk negara-negara yang menganut paham ekonomi liberal, seperti Amerika Serikat (AS) turut menerapkan kebijakan perlindungan terhadap produk dalam negeri mereka. Ia mencontohkan, secara kuantitatif, jumlah non-tariff measures (NTM) di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.
NTM atau hambatan non-tarif yaitu kebijakan selain bea masuk yang digunakan suatu negara untuk membatasi impor suatu produk. Hambatan ini dapat berupa persyaratan lisensi, standar teknis, kuota impor, atau prosedur administrasi. Tujuan NTM adalah melindungi produk dalam negeri. Semakin tinggi jumlah NTM, maka produk dalam negeri semakin terlindungi dari gempuran produk impor.
“Yang saya ingat NTM yang dimiliki Indonesia sekitar 225, sementara NTM yang dimiliki oleh Amerika sekitar 5 ribuan. Jadi negara yang sebetulnya paham ekonominya saja dalam tanda kutip ‘liberal’ melakukan upaya-upaya perlindungan, kenapa kita tidak?” tutur Agus dalam Raker di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (27/10).
Menurutnya, NTM Indonesia sangatlah rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, bahkan mencapai urutan paling rendah. “Kita hanya memiliki (sekitar) 250 NTM, dan ini sangat rendah dan terendah,” ucap Agus.
Oleh karena itu, Agus menegaskan, meskipun fokus utama pemerintah adalah memperkuat pasar domestik, ekspor tetap tidak boleh diabaikan. Sekitar 20 persen output nasional berasal dari ekspor, dan kontribusinya dinilai cukup besar.
“Kita harus menjaga ekspor yang ada, sekaligus juga dapat sumber luas ke pasar-pasar non-tradisional,” tambahnya.
play
Sebelumnya, Kemenperin sempat menyatakan Indonesia selama ini memiliki jumlah non-tariff Barrier (NTB) dan NTM masih lebih kecil dibandingkan negara lainnya.
Adapun NTB dan NTM merupakan instrumen penting yang digunakan oleh banyak negara maju untuk melindungi industri nasional mereka dari serbuan produk impor. Semakin sedikit NTB dan NTM, maka pintu masuk barang impor makin mudah dan terbuka.
“Data menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki sekitar 370 NTB dan NTM yang berlaku saat ini. Bandingkan dengan Tiongkok yang memiliki lebih dari 2.800 kebijakan tersebut, kemudian India ada 2.500 lebih, Uni Eropa sekitar 2.300, bahkan Malaysia dan Thailand masing-masing memiliki lebih dari 1.000 NTB dan NTM,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangannya, dikutip Senin (27/10).
Menurut Febri, ketimpangan jumlah instrumen proteksi tersebut menyebabkan industri nasional sering kalah bersaing di pasar domestik maupun global. “Hal ini sangat terasa ketika manufaktur kita melakukan ekspor memasuki pasar domestik mereka. Negara tersebut yang mensyaratkan berbagai NTB dan NTM seperti standar, hasil pengujian, rekomendasi dan lain sebagainya yang harus dipenuhi produk manufaktur Indonesia agar bisa dijual di pasar domestik mereka,” jelasnya.(Sumber)
							




