Setidaknya 193 wartawan telah terbunuh di Gaza sejak Israel melancarkan perang di daerah kantong Palestina itu pada Oktober 2023. Banyak dari wartawan menjadi target yang disengaja oleh pasukan zionis.
Serikat Jurnalis Palestina (PJS) menemukan bahwa pada 2024 saja, 91 pekerja media, termasuk 23 jurnalis wanita, tewas, sementara 86 orang mengalami cedera, dan banyak di antaranya kemudian meninggal karena kurangnya akses ke perawatan medis.
Sebagian besar wartawan tewas akibat serangan udara, serangan pesawat nirawak, peluru artileri, atau tembakan penembak jitu. Organisasi tersebut menemukan 148 insiden wartawan tertembak, 85 menderita akibat menghirup gas air mata, dan 23 kasus wartawan tertabrak atau hampir tertabrak kendaraan militer.
Laporan PJS bertajuk ‘Suara yang Hancur dan Gambaran yang Lebih Jelas’ juga menguraikan pola penargetan pers yang disengaja oleh pasukan Israel di Gaza dan di seluruh wilayah yang diduduki. “Jurnalis sering diperlakukan sebagai ancaman langsung dan diancam akan dibunuh,” kata laporan itu. Serangan pesawat nirawak menewaskan 29 jurnalis dalam satu tahun.
Ada juga kasus di mana beberapa wartawan terbunuh dalam satu serangan, termasuk serangan udara Israel yang menewaskan lima wartawan pada bulan Desember.
Laporan tersebut juga merinci metode Israel dalam membatasi kerja jurnalistik di Gaza, termasuk penahanan, ancaman, penculikan, dan gangguan terhadap aktivitas pers dengan menargetkan jaringan komunikasi dan peretasan konten Palestina di media sosial. Pada dasarnya semua pelaporan asing di Gaza tanpa pengawalan militer Israel telah dilarang.
Setidaknya 64 wartawan telah ditahan di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki, dengan 15 menjalani interogasi dan 27 diadili di pengadilan militer, tambah laporan itu. Sebagian besar terjadi di Tepi Barat yang diduduki, dengan 367 insiden di mana wartawan dan pekerja media ditahan atau dihalangi oleh pasukan Israel saat bekerja.
Pekerja media juga menghadapi serangan fisik, termasuk dipukul dengan popor senapan dan tongkat, ditendang, dimaki-maki, serta peralatan mereka disita sementara rekaman mereka dihapus.
“Beberapa orang tetap berada dalam penahanan administratif tanpa dakwaan atau pengadilan yang adil, sementara yang lain ditahan sementara dan menjadi sasaran penyiksaan,” kata laporan itu, mencatat penghilangan paksa jurnalis Nidal Al-Wahidi dari AlNajah TV dan New Press serta Haitham Abdul Wahid dari Eye Media.
Laporan tersebut juga menyoroti serangan pemukim terhadap jurnalis, dengan 27 kasus dilaporkan, khususnya di sekitar Yerusalem yang diduduki.
Keluarga jurnalis juga terperangkap dalam perang Israel dengan hampir 164 anggota keluarga tewas akibat serangan udara Israel yang menargetkan rumah mereka dan 53 tempat tinggal jurnalis hancur. “Banyak jurnalis kehilangan seluruh keluarga, membayar harga tertinggi untuk profesi mereka,” kata PJS dalam laporannya.
Pihak berwenang Israel juga menargetkan lembaga media, dengan 54 kasus organisasi dihancurkan, ditutup, atau dirusak. Sebanyak 28 organisasi lainnya menghadapi penutupan atau penutupan yang diperpanjang. Ini juga termasuk penutupan kantor Al Jazeera di Tepi Barat oleh Israel dalam upaya membatasi operasi jaringan Qatar di wilayah tersebut.
Karena wartawan asing dilarang memasuki Jalur Gaza oleh Israel, pelaporan dari wilayah tersebut sebagian besar dilakukan wartawan Palestina, yang mempertaruhkan nyawa untuk mendokumentasikan kehidupan sehari-hari yang dilanda perang, serta serangkaian kejahatan Israel.(Sumber)