Iran mengadakan latihan pertahanan udara dalam beberapa hari terakhir. Negara ini mempersiapkan diri menghadapi lebih banyak ketegangan dengan musuh bebuyutannya Israel dan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan presiden baru AS Donald Trump.
Latihan perang tersebut dilakukan saat para pemimpin Iran menghadapi risiko bahwa Trump dapat memberi wewenang kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyerang situs nuklirnya.
Termasuk kemungkinan semakin ketatnya sanksi AS terhadap industri minyaknya melalui kebijakan tekanan maksimum.
“Dalam latihan ini…sistem pertahanan akan berlatih melawan ancaman udara, rudal, dan peperangan elektronik dalam kondisi medan perang yang sebenarnya…untuk melindungi langit negara serta wilayah yang sensitif dan vital,” kata televisi pemerintah Iran, mengutip The New Arab (TNA).
Aktivitas tentara Iran ini bagian dari latihan selama dua bulan yang diluncurkan pada 4 Januari. Latihan ini juga mencakup kesiapsediaan pasukan elit Garda Revolusi mempertahankan instalasi nuklir utama di Natanz dari serangan rudal dan pesawat tak berawak.
Militer Iran menyatakan pihaknya menggunakan rudal dan pesawat nirawak baru dalam latihan tersebut dan merilis rekaman “kota rudal” bawah tanah baru yang sedang dikunjungi Panglima Tertinggi Garda Nasional Mayor Jenderal Hossein Salami.
Iran baru-baru ini mengalami kemunduran besar di Lebanon setelah serangan Israel terhadap Hizbullah dan penggulingan sekutu Teheran Bashar Al-Assad di Suriah bulan lalu.
Namun Salami memperingatkan, dalam pidato yang disiarkan TV pemerintah tentang “rasa gembira yang salah” di antara musuh-musuh negaranya, dengan mengatakan Iran dan khususnya pasukan misilnya lebih kuat dari sebelumnya.
Trump pada 2018 menarik diri dari kesepakatan yang dibuat pendahulunya Barack Obama pada 2015 di mana Iran setuju untuk mengekang pengayaan uranium, yang dapat menghasilkan bahan untuk senjata nuklir, sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi ekonomi AS dan PBB.(Sumber)