Sejumlah kebijakan terus dikeluarkan pemerintah dalam memastikan ketahanan pangan nasional, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator atau Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Dimana, untuk menekan keseriusan pemerintah untuk memastikan ketahanan pangan nasional, pemerintah akan bentuk Badan Pangan Nasional dan kesejahteraan petani.
“Ketahanan pangan tidak hanya menjadi prioritas tetapi juga menjadi target kesejahteraan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah merumuskan dan melaksanakan kebijakan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, melalui bentuk Badan Pangan Nasional” kata Airlangga Hartarto
Beberapa waktu lalu Indonesia mendapat penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) karena swasembada beras. Namun, swasembada beras itu mahal, yaitu nasib petani itu sendiri.
Kalau panen, harganya turun. Namun, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk membantu petani, yaitu memberikan pupuk bersubsidi dan menugaskan Bulog untuk membeli gabah atau beras dari petani hingga stok CBP mencapai setara 1,2 juta ton beras.
“Indonesia surplus pupuk, terkait beberapa daerah yang meminta ketersediaan pupuk, kemarin kita diskusikan dengan Mentan, tentu terbatas sehingga pupuk sebatas urea dan npk bersubsidi, dan ada sembilan komoditas,” kata Menko. Airlangga hari ini 14 September 2022.
Berbicara tentang kesejahteraan petani, Peneliti dari Pusat Pangan, Energi dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Rusli Abdullah mengungkapkan permasalahan dalam dunia pertanian di Indonesia.
“Ada masalah struktural di pertanian kita, misalnya masalah kepemilikan lahan kecil yang tidak memenuhi skala ekonomi. Petani menua, tenaga kerja naik, anak muda tidak mau bertani, biaya tenaga kerja mahal,” kata Rusli.
Untuk itu, Rusli menyarankan agar pemerintah melakukan konsolidasi tanah baik melalui badan usaha milik negara maupun badan usaha milik negara. Selama ini petani memiliki lahan yang sempit, terbatas, dengan hasil yang tidak optimal.
“Harus ada yang mengelola lahan, dalam skala konsolidasi yang luas, yang bisa memberikan nilai ekonomi,” kata Rusli.
Jika pemerintah masih ragu dengan efisiensi konsolidasi lahan pertanian oleh BUMN, BUMN, mereka bisa meminta Badan Pangan Nasional (Badan Pangan Nasional) melakukan pilot project.
“Bentang yang sangat luas, dikelola oleh pemerintah secara profesional, dengan teknologi dan pemberdayaan petani, sehingga tidak perlu berebut air,” kata Rusli.
Dampak Kenaikan BBM
Sementara itu, Kepala Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Mujahid Widian mengatakan pemerintah harus mengantisipasi potensi kenaikan harga pangan yang akan terjadi di masa mendatang.
Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang tentunya berdampak pada sektor pertanian secara keseluruhan.
“Kenaikan harga BBM jelas mempengaruhi sektor pertanian. Kita bisa melihat mulai dari komponen biaya produksi dan distribusi yang dikeluarkan petani, antara lain biaya pembelian bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar pompa air dan juga biaya transportasi untuk mengangkut hasil panen ke pasar. Sebelum harga BBM naik, sebagian harga input produksi sudah naik, rasanya tidak mungkin tidak terpengaruh pasca kenaikan harga BBM,” jelasnya
Menurutnya, selain biaya produksi, petani masih harus menanggung konsumsi rumah tangga. Meski terjadi kenaikan nilai tukar petani (NTP) dan deflasi pada Agustus, petani tetap keberatan.
“Belum lagi biaya yang dikeluarkan petani untuk konsumsi rumah tangga. Meski terjadi deflasi pada Agustus 2022, hal ini akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan tentunya menambah beban keluarga petani ke depan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah korektif yang komprehensif untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM.
Menurut Mujahid, strategi pemberian bantuan langsung kepada masyarakat terdampak belum cukup kuat untuk menghadapi gejolak akibat kenaikan harga BBM dan harga lainnya. (Sumber