Terpilihnya Lula da Silva sebagai presiden dari partai sayap kiri Brasil untuk ketiga kalinya diharapkan dapat membawa pendekatan yang berbeda dan memperdalam hubungan dengan China di luar kerja sama ekonomi.
Begitulah yang dikatakan oleh seorang pengamat dari direktur perdagangan dan hubungan internasional untuk Federasi Industri Negara Bagian São Paulo dan kolumnis untuk surat kabar Folha de Sao Paulo, Tatiana Prazeres pada Senin (31/10).
Prazeres mengatakan jika hubungan kerja sama ekonomi China dan Brasil memang tetap berjalan. Tetapi hubungan politik dan retorika kebencian terhadap Beijing yang digaungkan Bolsonaro selama masa jabatannya telah menghambat pertumbuhan kerjasama di bidang lainnya seperti sains dan teknologi.
“Hubungan ekonomi yang kuat antara kedua negara tidak sesuai dengan hubungan politik mereka yang kurang intens, ini semakin dalam di tahun-tahun Bolsonaro. Di bawah Lula, kita dapat mengharapkan Brasil dan Cina untuk mengeksplorasi bidang lain untuk kerjasama,” jelasnya seperti dimuat Atlantic Council.
Menurut Prazeres, Lula juga akan lebih baik dari Bolsonaro dalam memanfaatkan organisasi negara berkembang seperti Brazil, Rusia, India, China and South Africa (BRICS) dibanding kepemimpinan sebelumnya.
“Jelas bahwa pemerintahan Lula akan melihat BRICS sebagai platform penting tidak hanya untuk meningkatkan dialog di antara para pesertanya tetapi juga untuk mempengaruhi diskusi global,” ungkapnya.
Mengutip perkiraan beberapa analis, Prazeres menyebut Lula mungkin akan membawa Brasil bergabung dengan Belt and Road Initiative (BRI), namun pendekatan yang digunakan masih perlu dipertimbangkan sejauh mana itu akan diambil.
“Mungkin saja Brasil mengambil pendekatan yang lebih positif terhadap inisiatif China. Karena itu, Brasil dapat mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan atau mendukung proyek-proyek BRI, termasuk di negara-negara lain, tanpa secara resmi bergabung dengan inisiatif tersebut, dalam dukungan yang agak tertutup,” jelasnya.
Lebih lanjut Prazeres melihat jika mungkin saja upaya reindustrialisasi Lula dapat menyebabkan beberapa gesekan dengan China tetapi, hal itu seharusnya tidak menggagalkan hubungan bilateral karena sektor agribisnis keduanya yang kuat.
“Tantangan utama bagi Lula adalah memanfaatkan investasi dan teknologi China untuk membantu menghidupkan kembali industri Brasil,” ucap Prazeres.
Lula telah resmi akan menjadi pemimpin Brasil selanjutnya setelah menang dari Bolsonaro dengan 50,83 persen suara lawan 49,17 persen pada pemilihan putaran kedua yang digelar pada Minggu (30/10).
Terpilih kembalinya Lula menjadi hal yang tidak biasa, karena masa lalunya yang sempat dipenjara karena kasus korupsi, nyatanya tidak mengurangi suara rakyat untuk memilih dirinya.(Sumber)