Jakarta, – Bank Indonesia (BI) telah resmi menerbitkan bentuk rupiah kertas tahun emisi 2022. Dalam penerbitan itu, BI merilis tujuh pecahan, yakni pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000.
Kendati demikian, jika dilihat secara saksama, saat ketujuh pecahan uang kertas tahun emisi 2022 itu diterawang, baik itu di bagian depan dan belakang, maka terdapat gambar saling isi tokoh pahlawan beserta satuan nominal rupiah tanpa ada tiga nol.
Pada uang pecahan Rp 100.000 misalnya, saat diterawang, bukan saja hanya ada gambar tokoh Soekarno dan Mohammad Hatta, namun terdapat angka 100.
Bukan hanya ada di pecahan Rp 100.000, nominal pecahan tanpa tiga nol di belakangnya juga terdapat di semua pecahan rupiah kertas tahun emisi 2022.
Adanya nominal rupiah tanpa ada tiga nol di uang kertas tahun emisi 2022 tersebut, apakah ini pertanda bagi Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi?
“Tidak sebenarnya, hanya menggambarkan Rp 100.000 menjadi 100, karena kan ruangnya terlalu kecil kalau ditampilkan semua. Rp 50.000 menjadi Rp 50 itu hanya menunjukan ini saja (ruang terlalu kecil),” jelas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim kepada CNBC Indonesia, baru-baru ini.
“Tidak sebenarnya, hanya menggambarkan Rp 100.000 menjadi 100, karena kan ruangnya terlalu kecil kalau ditampilkan semua. Rp 50.000 menjadi Rp 50 itu hanya menunjukan ini saja (ruang terlalu kecil),” jelas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim.
Pada dasarnya redenominasi rupiah merupakan suatu kebijakan yang positif dengan mengurangkan nolnya, tanpa mengubah nilai tukarnya, untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih mudah dan nyaman dalam melakukan transaksi. Sehingga tidak perlu banyak angka nol di belakang angka nominal.
Contoh dari redenominasi rupiah yakni misalnya nilai uang Rp 100.000 akan tetap sama dengan Rp 100 jika sudah diredenominasi. Contoh kasus, seseorang membeli barang seharga Rp 100.000, sesudah redenominasi, orang tersebut masih bisa membeli barang tersebut dengan pecahan uang Rp 100 karena nilainya sama.
Seperti diketahui, di tengah penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 silam, Kementerian Keuangan mengusulkan sebuah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (redenominasi) masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.
Usulan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah meyakini urgensi RUU redenominasi ini antara lain untuk efisiensi perekonomian, menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan APBN.
Marlison mengungkapkan hingga saat ini, Bank Indonesia selaku otoritas moneter mendukung penuh kebijakan pemerintah tersebut. “Kalau di Indonesia sih kita mendukung kebijakan dari pemerintah,” jelasnya.