Politiknesia.com

Bukan Kader Partai Golkar, Jokowi Gergaji Beringin Untuk Lawan Prabowo

Salah satu efek pencaplokan Partai Golkar adalah konstelasi Pilkada serentak khususnya Pilgub berubah pasca Airlangga Hartarto dipaksa mundur setelah konon kabarnya Airlangga Hartarto disodorkan sprindik.

Ada kemungkinan bakal terjadi bongkar pasang bakal pasangan calon khususnya di Pilgub seperti di Banten dan propinsi lainnya pasca Munaslub Partai Golkar. PKS siap-siap kadernya, Dimyati Natakusumah tersingkir untuk mengakomodir politisi Partai Golkar, Airin Rachmi Diany.

Intinya menurut sebuah sumber, Jokowi menghendaki bagaimana caranya Anies Baswedan gagal nyagub dan PDIP jadi jomblo di Pilkada sehingga tidak bisa mengusung cagub dan cawagub terutama di Banten, Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Hiruk pikuk PKS pindah ke KIM Plus adalah tidak terlepas dari skenario Jokowi yang tidak menghendaki Anies Baswedan maju di Pilgub Jakarta. Dengan Anies Baswedan tidak maju dalam pandangan Jokowi, jalan Kaesang menuju Gubernur Jakarta makin mudah.

Tentu setelah Partai Golkar bergejolak pasca mundurnya Airlangga Hartarto dari ketua umum partai pohon beringin yang “ditebang” oleh si tukang kayu.

Isu percepatan pendongkelan Airlangga Hartarto dari Kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar sebelum Munas Desember 2024 dipicu salah satunya setelah Airlangga Hartarto menyebut inisial S untuk pendamping Ridwan Kamil di Jakarta.

Inisial S kata Airlangga Hartarto bukan Ahmad Syaikhu. Bukan pula Sohibul Iman yang sempat digadang-gadang akan berpasangan dengan Anies Baswedan. Inisial S menurut sumber terpercaya, Menteri Pertanian era SBY, Suswono.

Tampaknya Airlangga Hartarto “membangkang” atau sudah tidak bisa lagi dikendalikan oleh Jokowi. Makanya Sabtu malam itu, malam kelabu bagi Airlangga Hartarto sebut rumor dipaksa mundur atau harus “diangkut” dibawah ke hotel Prodeo.

Pasca Munaslub berdampak pada pencalonan Ridwan Kamil belum final di Jakarta atau malah kembali ke Jawa Barat. Jokowi ingin memuluskan Kaesang menjadi Jakarta-1 lawan calon independen. Meski Ridwan Kamil awalnya didorong oleh Partai Golkar dan Partai Gerindra.

Kabarnya Jokowi marah karena Partai Golkar didikte Partai Gerindra khususnya untuk Jakarta dan Jawa Barat. Sementara di Pilgub Banten, Partai Golkar “dikeroyok” oleh Partai Gerindra cs.

Inilah bibit awal konflik antara Jokowi dan Prabowo. Apalagi Jokowi menangkap isyarat pasca 20 Oktober 2024 Prabowo akan sulit dikendalikan. Prabowo dikabarkan akan menunjukkan karakter aslinya yang tegas dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh Jokowi sekalipun.

Atas alasan itu pula tiba-tiba Airlangga Hartarto dimundurkan dan Munaslub Partai Golkar untuk meneguhkan Jokowi atau Gibran “penguasa” baru Partai Golkar.

Menurut sebuah sumber, Jokowi ingin menempatkan putra bungsunya yang belum berumur 30 tahun, Kaesang sebagai calon gubernur Jakarta selain untuk tetap mengendalikan Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Kaesang sendiri pernah sesumbar siap melawan Anies Baswedan maupun Ridwan Kamil di Jakarta. Dengan diambil alihnya Partai Golkar oleh Jokowi melalui Munaslub dalam waktu dekat menguatkan spekulasi Jokowi mempersiapkan Kaesang lawan calon independen di Jakarta.

Ditariknya PKS dalam KIM Plus semata-mata untuk menjegal Anies Baswedan dalam rangka memuluskan Kaesang lawan calon independen. Dengan pergantian Ketua Umum DPP Partai Golkar yang diprediksi akan dijabat oleh Jokowi atau Gibran, Kaesang akan dipasangkan dengan kader PKS. Entah PKS mau atau tidak bergabung dalam KIM Plus mengusung Kaesang-kader PKS.

Ini jebakan batman bagi PKS bila menerima tawaran kadernya berpasangan dengan Kaesang. PKS bakal dianggap sebagai partai yang menihilkan nilai dan etika.

Pencalonan Gibran di Pilpres 2024 sudah dinyatakan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai pelanggaran etik berat.

Demikian pula dengan pencalonan Kaesang akan dianggap sebagai pelanggaran aturan karena Mahkamah Agung meloloskan Kaesang hanya tiga hari sejak gugatan persyaratan umur calon kepala daerah diajukan ke Mahkamah Agung.

Selain itu, PKS dianggap sebagai pendukung dinasti politik Jokowi yang menabrak aturan dan menjegal calon potensial. Kasus PKS mendukung Bobby Nasution menjadi bukti kemarahan publik terhadap PKS. Selama ini publik menilai PKS konsisten bahkan 10 tahun terakhir sebagai oposisi rezim Jokowi.

Detik-detik terakhir Jokowi berkuasa tidak menutup kemungkinan PKS kena PHP. Bergabung atau tidak bergabung PKS dalam KIM Plus, PKS tetap akan dapat menteri di kabinet Prabowo-Gibran.

Bagaimanapun Prabowo butuh PKS untuk menghadapi Jokowi. Argumentasi ini diperkuat pasca Airlangga Hartarto dilengserkan dari ketua umum Partai Golkar untuk memuluskan Jokowi dan Gibran mengambil alih Partai Golkar. Dengan demikian Gibran punya bargaining dengan Prabowo.

Ini awal pertarungan Jokowi dan Prabowo. Penulis yakin, Prabowo tidak akan membiarkan Jokowi mengambil alih Partai Golkar dengan mudah. Akankah Jokowi yang bukan kader Partai Golkar berhasil mencaplok Partai Golkar atau Jokowi bakal menggali kuburannya di Partai Golkar?

Wallahua’lam bish-shawab
Bandung, 9 Shafar 1446/13 Agustus 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis {radaraktual}