Ulang tahun ke-77 Tentara Nasional Indonesia (TNI) diiringi banyak harapan agar militer negeri ini terus bersikap netral dan tidak terseret politik praktis.
Harapan itu antara lain disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani yang mengingatkan supaya TNI netral dan tidak ikut campur dalam politik praktis memasuki tahun politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“TNI jangan terpengaruh apalagi terseret politik praktis. TNI harus netral dalam politik karena politik TNI adalah politik negara sesuai tugas pokok dan fungsinya. Semua prajurit TNI harus bekerja secara profesional,” kata Puan yang digadang-gadang akan diusung PDI-P sebagai salah satu calon presiden.
Selain itu, Puan yang Ketua DPP PDI-P, juga menegaskan seluruh pimpinan TNI harus kompak dalam menghadapi polemik politik nasional, mengingat politik nasional mulai memanas. “Keharmonisan di tubuh TNI merupakan hal yang mutlak.
Dalam menegakkan kedaulatan negara serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, seluruh prajurit TNI harus kompak,” kata elit politik partai berkuasa itu. Selain Puan, harapan kepada TNI juga disampaikan anggota Komisi I DPR Christina Aryani.
“TNI tidak boleh dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk urusan kekuasan jelang tahun politik 2024. Kami mengingatkan supaya TNI tetap mampu menjaga sumpah prajurit untuk tetap tegak lurus pada politik negara dan bukan politik praktis apalagi dimanfaatkan untuk urusan-urusan politik kekuasaan,” kata Christina.
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memang melarang prajurit tentara berpolitik praktis. Seorang tentara yang ingin berpolitik, diwajibkan mengundurkan diri lebih dulu dari institusi TNI. Menurut UU tersebut, tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara.
Pasal 39 berbunyi, “Prajurit dilarang terlibat dalam: 1.kegiatan menjadi anggota partai politik; 2.kegiatan politik praktis; 3.kegiatan bisnis; dan 4.kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya. ” Maksud dari tidak berpolitik praktis ini adalah seluruh tentara hanya mengikuti politik negara.
Artinya, TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang telah dibuat presiden dengan melalui mekanisme ketatanegaraan. UU pun menegaskan dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis harus dihindari.
Sederet sanksi akan diberikan kepada prajurit TNI yang terbukti terlibat dalam politik praktis, mulai dari sanksi ringan, sedang hingga sanksi berat. Sanksi tersebut dapat berupa tidak mendapat kenaikan pada pangkat, pendidikan serta jabatannya, dan lain-lain.
Tak hanya itu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) juga mengatur sanksi bagi prajurit TNI yang terlibat dalam politik praktis. Dalam Pasal 494 UU ini, tentara yang ikut serta dalam kegiatan kampanye Pemilu dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Selain melarang TNI berpolitik praktis, kita juga berharap para elite penguasa dan elite partai politik juga jangan menyeret TNI dalam politik praktis, terutama menjelang Pemilu 2024. (sumber)