Politiknesia.com

Ketum DPP KNPI, Tantan Taufik Lubis: Kemenpora Harus Punya Peta Jalan Pembangunan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045

Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-97 Pada 28 Oktober 2025, Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), menyerukan pentingnya penyusunan dan implementasi Desain Besar Pembangunan Kepemudaan Nasional sebagai peta jalan menuju Indonesia Emas 2045. Membangun Desain Besar Pembangunan Kepemudaan Nasional bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis dan sebuah kebenaran yang absolut serta mendesak untuk direalisasikan.

Dalam konteks Indonesia yang sedang menapaki puncak bonus demografi, ketiadaan desain besar yang komprehensif bukan hanya sebuah kelalaian, tapi sebuah kesalahan strategis yang dapat berakibat fatal bagi masa depan bangsa. Desain besar ini harus berfungsi sebagai kompas nasional yang mengkonsolidasikan seluruh potensi pemuda, mengubahnya dari sekadar angka statistik menjadi kekuatan nyata yang mendorong kemajuan.

Ketua Umum DPP KNPI, Tantan Taufik Lubis menegaskan bahwa semangat Sumpah Pemuda 1928 yang mengedepankan persatuan, kebersamaan, dan cita-cita luhur bangsa harus terus dihidupkan dalam konteks kekinian. “97 tahun yang lalu, pemuda dari berbagai latar belakang bersatu dan berikrar. Kini, tantangannya berbeda. Kita tidak lagi berjuang merebut kemerdekaan, tapi mengisi kemerdekaan dengan membangun peradaban bangsa yang unggul dan memenangi persaingan global,” tutur Wakil Rektor Universitas Jakarta ini.

Karena itu, menurut Tantan, memahami, memberdayakan, dan mengintegrasikan pemuda ke dalam setiap lini pembangunan bangsa bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. “Pemuda sebagai poros harapan bangsa bukanlah sebuah konsep yang abstrak, melainkan sebuah konstruksi yang dibangun di atas tiga pilar utama yaitu potensi biologis-intelektual, posisi strategis dalam lintasan sejarah, dan tanggung jawab moral terhadap kelangsungan bangsa,” ujar Tantan.

Lebih lanjut, Ketua Bidang Hublu MN KAHMI ini memaparkan bahwa menghadapi era disrupsi teknologi, informasi dan geopolitik yang dinamis, pemuda Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton. Untuk itu, Indonesia membutuhkan sebuah Desain besar (Grand Design) Pembangunan kepemudaan Nasional yang komprehensif, sistematis, dan berkelanjutan.

“Desain ini harus menjadi kompas bagi seluruh elemen pemuda Indonesia untuk bergerak bersama. Meski Sudah 80 tahun Indonesia merdeka dan 97 tahun sumpah pemuda di peringati, sudah sekian kali berganti menteri pemuda dan olahraga, namun Indonesia tak kunjung memiliki konsep membangun pemuda yang memadai. Walaupun sudah mempunyai UU Kepemudaan Produk Kepemimpinan Menpora Adhyaksa Dault, namun dinamika kepemudaan nasional membutuhkan lebih dari itu, bahkan membutuhkan revisi atas UU tersebut,” papar Tantan.

Desain besar ini harus dibangun di atas empat pilar utama yang terintegrasi, yang tidak hanya fokus pada keterampilan teknis tetapi juga pada pembangunan karakter dan jiwa.

1. Pilar Karakter dan Ideologi (The Character and Ideology Compass)
Dengan tujuan membentuk pemuda yang berakar pada jati diri bangsa, berintegritas, dan memiliki ketahanan mental. Pemuda Indonesia harus memiliki ketahanan mental, berintegritas tinggi, dan berakar pada nilai-nilai Pancasila. Kita harus membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual, serta memiliki semangat kebangsaan yang membara melalui berbagai training seperti :
o Pendidikan Pancasila yang Kontekstual: Bukan sekadar hafalan, tetapi internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui project-based learning, debat etika, dan pengabdian masyarakat.
o Revitalisasi Bela Negara: Memaknainya sebagai bela negara melalui prestasi, inovasi dan menjaga persatuan nasional.
o Penguatan Mental Health dan Ketahanan Diri: Membekali pemuda dengan kemampuan mengelola stres, berpikir kritis, dan memiliki resiliensi dalam menghadapi tekanan.

2. Pilar Kapasitas dan Daya Saing (The Capacity & Competitiveness Engine)
Dengan Tujuan Untuk Menciptakan SDM pemuda yang unggul, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta siap bersaing di tingkat global melalui :
o Merdeka Belajar untuk Pemuda: Mengintegrasikan program Kampus dengan kebutuhan industri masa depan (green economy, digital economy, blue economy). Magang, sertifikasi, dan proyek riil menjadi kurikulum inti.
o Kewirausahaan Berbasis Inovasi: Membangun ekosistem startup nasional yang terhubung dari desa hingga kota. Memberikan akses pendanaan, mentorship, dan pasar bagi pemuda pelaku UMKM dan startup. Pemuda harus didorong untuk menjadi job creator, bukan hanya job seeker. “Kita perlu memperkuat ekosistem kewirausahaan pemuda, dari akses permodalan, pendampingan, hingga jaringan pemasaran. Ekonomi kreatif dan ekonomi digital adalah lahan subur bagi pemuda
o Kecakapan Digital yang Mendalam: Tidak hanya literasi digital dasar, tetapi pemahaman yang memadai dan menguasai ketrampilan tentang AI, coding, data analytics, dan keamanan siber yang menjadi kompetensi wajib. Kita harus menjadikan pemuda Indonesia sebagai subjek, bukan sekadar objek, dari kemajuan teknologi. Inovasi dan kreativitas adalah kunci

3. Pilar Konektivitas dan Kolaborasi (The Connectivity & Collaboration Nexus)
Dengan Tujuan Untuk Memperluas wawasan, membangun jejaring, dan memfasilitasi kolaborasi antarpemuda dari berbagai daerah dan latar belakang dengan menyiapkan program:
o Platform Kolaborasi Nasional: Membuat sebuah platform digital yang mempertemukan pemuda dengan ide, pemuda dengan sumber daya, dan pemuda dengan peluang (proyek, funding, kompetisi).
o Pertukaran Pemuda Nusantara: Program sistematis untuk mempertukarkan pemuda kota dengan desa, dari Papua sampai Sabang, untuk memupuk persatuan dan memahami keragaman Indonesia.
o Jaringan Diaspora Muda Indonesia: Memanfaatkan potensi pelajar dan profesional Indonesia di luar negeri sebagai duta sains, teknologi, bisnis dan budaya untuk memajukan tanah air.

4. Pilar Partisipasi dan Kepemimpinan (The Participation & Leadership Arena)
Dengan Tujuan Untuk Memberikan ruang dan kepercayaan bagi pemuda untuk memimpin dan berkontribusi langsung dalam pembangunan. Pemuda Indonesia harus disiapkan untuk menjadi pemimpin di semua level, dari desa hingga forum internasional. Indonesia membutuhkan pemimpin muda yang inklusif, mampu merangkul semua perbedaan, dan dapat bersaing di kancah global tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia
o Pastikan Kuota Pemberdayaan Nyata Pemuda di Lembaga Strategis: Menempatkan pemuda berkompeten di posisi strategis di BUMN, Kementerian, Departemen dan Parlemen di semua tingkatan, bukan sekadar seremony atau simbolis.
o Youth-Led Development Project: Mengalokasikan dana hibah kompetitif bagi pemuda untuk mengatasi masalah di komunitasnya sendiri (misalnya: pengelolaan sampah, edukasi stunting, transformasi digital desa dan lainnya).
o Pembinaan Kepemimpinan Berjenjang: Membangun sistem kepemimpinan dari tingkat desa hingga nasional yang melatih pemuda dalam hal negosiasi, pembuatan kebijakan, managerial birokrasi dan manajemen resolusi konflik.

Implementasi Design Besar Pembangunan Kepemudaan di Negara Lain

Studi kasus implementasi desain besar kepemudaan di Singapura, Malaysia dan Vietnam memberikan pelajaran yang sangat berharga dan relevan bagi Indonesia. Keberhasilan negara negara anggota ASEAN tersebut bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari pendekatan yang sistematis, terstruktur, dan memiliki visi jangka panjang. Keberhasilan Singapura, Malaysia dan Vietnam adalah Sebuah Cermin Pendekatan yang Sistematis. Apa yang dilakukan Singapura dan Vietnam menunjukkan bahwa pembangunan pemuda harus dipandang sebagai investasi strategis bagi masa depan bangsa, bukan sekadar program seremonial.

o Singapura : Meritokrasi dan Pemberdayaan Partisipatif.
Model Singapura dengan National Youth Council (NYC) yang memiliki peran sentral sangatlah impresif. NYC berfungsi sebagai “komando pusat” yang mengoordinasikan seluruh agenda kepemudaan, memastikan tidak ada tumpang-tindih atau program yang bekerja sendiri-sendiri. Program seperti Youth Action Challenge adalah contoh sempurna dari bottom-up empowerment. Pemuda tidak hanya dimintai pendapat, tetapi diberi ruang, sumber daya (pendanaan, mentorship) di siapkan, dan kepercayaan untuk mewujudkan ide-ide mereka. Pemerintah bertindak sebagai katalisator dan fasilitator, bukan sebagai pengendali atau Even Organizer. Ini menciptakan ekosistem inovasi sosial yang dinamis dan relevan dengan kebutuhan zaman.

o Vietnam: Integrasi dan Pembentukan Karakter.
Pendekatan Vietnam justru menarik karena menekankan integrasi penuh dengan tujuan nation-building. Fokus pada sains, teknologi, dan pembentukan karakter sosialis melalui organisasi kepemudaan yang massif seperti Ho Chi Minh Communist Youth Union, menunjukkan komitmen untuk mencetak kader pemimpin bangsa yang selaras dengan ideologi negara. Meski model ini mungkin terasa sangat top-down dan kurang fleksibel dibandingkan Singapura, keefektifannya terletak pada konsistensi, skalabilitas, dan kemampuannya menanamkan nilai-nilai inti yang diinginkan negara kepada generasi mudanya.

o Malaysia: Integrasi dan Sentralisasi. Keberhasilan Malaysia dengan Majelis Belia Malaysia (MBM) menunjukkan manfaat dari konsolidasi kelembagaan. Dengan menyatukan berbagai kegiatan kepemudaan di bawah satu payung, pemerintah memastikan koordinasi yang efektif, menghindari tumpang tindih program, dan memudahkan alokasi sumber daya. Ini menjawab masalah klasik di Indonesia dimana banyak program pemuda yang terpencar, tidak sinergis, dan tidak sustainable

Lesson Learn : Komitmen, Kelembagaan, dan Partisipasi
Dari beberapa model yang berbeda tersebut, setidaknya ada tiga pelajaran kunci yang tidak bisa ditawar:
o Komitmen Politik yang Kuat dan Berkelanjutan. Dukungan dari level tertinggi pemerintahan membuat agenda kepemudaan memiliki “gigi”. Kebijakan kepemudaan dianggap setara dengan kebijakan ekonomi atau pertahanan, sehingga mendapatkan alokasi sumber daya dan perhatian yang memadai. Komitmen ini harus lintas periode kepemimpinan agar programnya berkelanjutan.
o Kelembagaan yang Efektif dan Berwibawa. Lembaga seperti NYC Singapura, Majelis Belia Malaysia dan Ho Chi Minh Communist Youth Union di Vietnam berhasil karena memiliki otoritas nyata, sumber daya yang memadai, dan kapasitas eksekusi yang kuat. Tanpa lembaga semacam ini, program kepemudaan akan tersebar di berbagai kementerian tanpa koordinasi, menghasilkan kerja yang parsial dan tidak berdampak besar.
o Partisipasi Bermakna, Bukan Sekadar Pelengkap. Konsep bottom-up harus dimaknai sebagai keterlibatan pemuda sejak fase design thinking, perencanaan, eksekusi, hingga evaluasi. Pemuda harus dilihat sebagai mitra pembangunan dan agen perubahan, bukan sekadar penerima manfaat (beneficiaries) yang pasif.

Menyusun Desain Besar Pembangunan Kepemudaan Nasional adalah investasi terbesar dan strategis yang dapat dilakukan Indonesia hari ini oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Ini adalah pondasi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Tanpanya, kita hanya akan melihat potensi besar 64 juta lebih pemuda terbuang percuma, terpecah- belah, dan tidak terarah.

Desain besar ini adalah manifestasi dari keseriusan negara dalam memandang pemuda bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek dan tulang punggung transformasi bangsa. Ia adalah janji dan peta jalan bersama untuk mengubah potensi demografi menjadi keunggulan bangsa yang tangguh, berkarakter, dan kompetitif di panggung dunia. Sekarang adalah waktunya untuk bertindak. Membangun desain ini bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan Sejarah

Penundaan dalam membangun design besar berisiko menyia-nyiakan potensi satu generasi. Window of opportunity atau jendela peluang bonus demografi ini adalah sebuah fenomena langka dan sekali lintas dalam sejarah sebuah bangsa. Indonesia memilikinya, tetapi jendela ini tidak akan terbuka selamanya. Kelambanan dan ketidaktuntasan kita hari ini dalam merancang dan mengimplementasikan “Design Besar Pembangunan Kepemudaan Nasional” bukan lagi sebuah kesalahan, melainkan sebuah pemborosan massal terhadap modal manusia terbesar yang pernah Indoensia miliki.

“Momentum ini, jika terlewat, tidak akan terulang dalam waktu dekat, dan kita akan menuai konsekuensi berupa bencana demografi yang akan membawa Indonesia pada dinamika jauh lebih sulit untuk diatasi,” papar Tantan.

Kita harus berinvestasi pada pemuda dengan memberikan kepercayaan, pendidikan terbaik, dan ruang berkarya. Jika kita berhasil mengubah potensi demografis ini menjadi energi pembangunan yang produktif dan inovatif, maka Indonesia Emas 2045 bukanlah sekadar impian.

“Pemuda akan tetap menjadi poros yang menggerakkan bangsa ini menuju mercusuar peradaban yang lebih maju, adil, dan sejahtera. Poros itu berputar hari ini, dan tugas kitalah untuk memastikan putarannya stabil, kuat, dan mengarah ke masa depan yang gemilang,” kata Tantan.

Sebagai Penutup, DPP KNPI mengajak seluruh stake holder dan komponen bangsa, mulai dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat sipil, untuk bersama-sama mendukung penyusunan dan merealisasikan desain besar Pembangunan kepemudaan nasional ini. “Hari Sumpah Pemuda ke-97 28 Oktober 2025 ini adalah momentum titik tolak untuk wujudkan Indonesia Emas 2045 dengan menjadikan pemuda sebagai tulang punggung dan lokomotif pembangunan. Pemuda Bersatu, Indonesia Emas Terwujud. Pungkas Tantan.

Selamat Hari Sumpah Pemuda