Politiknesia.com

Menteri Haji dan Umrah Irfan Yusuf Ungkap Potensi Kebocoran Anggaran Haji Rp. 5 Triliun

Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan, menegaskan bahwa dugaan kebocoran anggaran sebesar Rp5 triliun dalam penyelenggaraan haji hanya sebatas potensi yang disampaikan oleh peneliti. Potensi kebocoran itu diperkirakan mencapai 20–30 persen dari total anggaran haji sebesar Rp17 triliun.

“Itu adalah potensi, kemungkinan akan terjadi seperti itu. Karena perputaran uang di haji sekitar Rp17–20 triliun. Para peneliti mengatakan bahwa kebocoran anggaran di Indonesia adalah 20–30 persen, nah kita kalau menggunakan angka itu kemungkinan akan terjadi sekitar Rp5T,” kata Gus Irfan kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

Ia meminta aparat penegak hukum (APH), seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung), untuk menelisik lebih lanjut apakah potensi kebocoran itu benar terjadi atau tidak.

“Itu ketemunya. Tapi itu hanya potensi, kita perlu nanti teman-teman dari APH mungkin yang menelisik kemungkinan temuan seperti itu,” ucap Gus Irfan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengkaji potensi kebocoran anggaran sebesar Rp5 triliun dalam proses pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji. Angka itu diperkirakan mencapai 20–30 persen dari total anggaran Rp17 triliun.

Kajian awal tersebut akan dilakukan pada ranah pencegahan oleh Kedeputian Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK.

“Terkait dengan anggaran haji yang setiap tahun itu ada kebocoran sekitar Rp5 triliun, itu bisa dilakukan monitoring oleh Direktur Monitoring, dilakukan evaluasi,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).

Asep menjelaskan, hasil kajian nantinya akan direkomendasikan Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK kepada Kementerian Haji dan Umrah sebagai bahan evaluasi agar kebocoran tidak terulang pada tahun berikutnya, khususnya pada 2026.

Rekomendasi itu dapat mencakup perubahan penyelenggara katering, penginapan, atau bahkan pergantian petugas.

“Sehingga dalam pelaksanaan haji di tahun berikutnya, misalkan tahun 2026 dan seterusnya, kebocoran-kebocoran itu bisa diantisipasi, dibuatkan SOP-nya,” jelas Asep.

Namun, Asep menegaskan, jika hasil kajian menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi, maka Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK akan mengambil langkah penindakan.

“Apabila hasil monitoring itu nanti ada ditemukan bahwa terjadi tindak pidana korupsi, itu bisa juga langsung disampaikan kepada Penindakan, Kedeputian Penindakan untuk dilakukan penindakan,” ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah juga menyoroti potensi kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji yang diperkirakan mencapai Rp5 triliun dari total anggaran Rp17 triliun. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut kebocoran itu menjadi salah satu penyebab mahalnya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Oleh karena itu, pemerintah menggandeng Kejaksaan Agung untuk memperkuat pengawasan di seluruh tahapan pengadaan haji.

“Perintah Presiden begitu. Ini masih satu tahapan, makanya kami sangat membutuhkan bantuan dari Kejaksaan Agung. Tadi Prof Reda (Jamintel) dan tim sudah menyatakan akan fokus membantu,” ujar Dahnil di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Dahnil menjelaskan, struktur biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp17 triliun terbagi dalam 10 proses pengadaan utama, dengan porsi terbesar berasal dari transportasi udara, layanan syarikah, katering, dan akomodasi jamaah di Arab Saudi. Dari 10 tahapan itu, potensi kebocoran diperkirakan mencapai Rp5 triliun per tahun.

“Dari Rp17 triliun total biaya penyelenggaraan haji untuk memberangkatkan 203 ribu orang, kebocoran 20 sampai 30 persen berarti hampir Rp5 triliun. Itu yang kami ingin tekan semaksimal mungkin, kalau bisa nol kebocoran,” kata dia.

Ia mencontohkan efisiensi yang berhasil dilakukan pada layanan syarikah. Tahun lalu, biayanya mencapai 2.300 riyal per orang. Namun, tahun ini setelah melalui lelang terbuka, biayanya berhasil ditekan menjadi 2.100 riyal.

“Pemotongan biaya syarikah ini sudah menghemat hampir Rp180 miliar. Itu tanpa pungli, tanpa manipulasi. Ini contoh konkret bahwa efisiensi bisa dilakukan jika tata kelola diperbaiki,” jelas Dahnil.

Menurutnya, jika kebocoran anggaran bisa ditekan, penurunan BPIH akan lebih realistis, meskipun tetap menghadapi tantangan dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.

“Kalau dari sisi finansial, menekan BPIH itu sulit karena dolar naik. Tahun ini patokan kita sudah Rp16.500, sementara tahun lalu masih Rp16.000. Tapi bila kebocoran bisa ditekan, upaya menurunkan BPIH akan jauh lebih realistis,” kata dia.

Dahnil menegaskan, fokus utama pemerintah saat ini adalah membenahi tata kelola haji, khususnya transparansi dalam proses pengadaan.

“Kami ingin memastikan BPIH turun, sesuai arahan Presiden. Dan di situlah kami memohon peran aktif Kejaksaan Agung,” ujarnya.(Sumber)