Ulah wisatawan Israel membuat Pemerintahan Sri Lanka gerah. Serangkaian keluhan muncul sejak tahun lalu mengenai kedatangan warga Israel di negara tersebut yang melakukan berbagai aktivitas ilegal. Sri Lanka mengancam akan mengambil tindakan tegas sekaligus mencegah masuknya penjahat perang.
Menurut data pemerintah, sebanyak 25.514 warga Israel mengunjungi Sri Lanka pada 2024. Salah satu tujuan favorit mereka adalah Teluk Arugam, sebuah kota kecil di pantai tenggara, yang dikenal luas sebagai salah satu tempat berselancar terbaik di dunia.
Wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim ini menjadi berita utama internasional pada Oktober tahun lalu, ketika otoritas Amerika Serikat (AS) dan Israel memperingatkan para pengunjung tentang apa yang mereka sebut sebagai ‘ancaman teroris’ dengan fokus pada kawasan wisata dan pantai. Ancaman yang dituduhkan itu menyusul serangkaian pertengkaran antara warga Israel dan penduduk setempat.
Postingan pengunjung Arugam Bay di media sosial dan keluhan penduduk setempat menunjukkan bahwa banyak warga Israel yang datang untuk berlibur setelah ikut serta dalam serangan mematikan yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Warga juga mengeluhkan munculnya bisnis-bisnis Israel di daerah tersebut dan pembangunan rumah Chabad — pusat komunitas Yahudi serta tempat ibadah.
Perdana Menteri Harini Amarasuriya mengatakan dalam sidang parlemen Rabu (8/1/2024) bahwa otoritas Sri Lanka belum memberikan izin apa pun bagi warga negara Israel untuk membangun tempat ibadah keagamaan atau bangunan terkait. “Pemerintah akan mengambil tindakan segera untuk menghentikannya,” katanya.
Warga Israel Berbisnis di Sri Lanka
Menanggapi pertanyaan yang diajukan anggota parlemen oposisi Mujibur Rahman, ia juga menanggapi laporan mengenai warga Israel yang menjalankan bisnis di daerah tersebut. “Kami telah mengidentifikasi hal ini sebagai masalah. Tindakan akan diambil untuk mengatasinya, dan langkah-langkah akan diambil untuk mengadakan pembicaraan mengenai hal ini serta menghentikan kegiatan bisnis tersebut,” kata Amarasuriya.
“Pemerintah tidak mengeluarkan visa apa pun bagi warga Israel untuk terlibat dalam kegiatan bisnis di Sri Lanka, terutama dengan visa turis. Mereka terlibat dalam kegiatan tersebut dengan melanggar hukum kami,” tandas Amarasuriya.
Reaksi pemerintah tersebut muncul menyusul protes bulan lalu di ibu kota Sri Lanka dan petisi oleh kelompok masyarakat sipil yang menuntut pemeriksaan khusus terhadap warga Israel yang tiba di negara tersebut. Pemicu langsung protes tersebut adalah identifikasi setidaknya satu turis Israel sebagai tentara yang dituduh melakukan kejahatan perang.
Pria itu ditemukan di Sri Lanka oleh Hind Rajab Foundation, sebuah lembaga swadaya masyarakat berpusat di Belgia, yang melakukan tindakan hukum terhadap personel militer Israel yang terlibat dalam pembunuhan puluhan ribu warga Palestina di Gaza selama 15 bulan terakhir.
Swasthika Arulingam, seorang pengacara hak asasi manusia dan pemimpin Gerakan Perjuangan Rakyat, yang membantu mengorganisir protes tersebut, mengecam keberadaan mantan personel Israel tersebut.
Dia mengatakan mereka datang ke sini mengambil waktu istirahat dari menyerang warga Palestina dalam genosida yang saat ini masih berlangsung. Simpatisan mereka yang mengadakan peringatan dan acara untuk rekan-rekan genosida adalah kelompok wisatawan paling bermasalah yang datang ke negara ini dan sering terlihat di Teluk Arugam.
“Kami juga mendengar cerita tentang bisnis pariwisata ilegal yang dilakukan warga Israel di Sri Lanka,” katanya kepada Arab News. “Perekonomian lokal terdampak oleh fakta bahwa orang-orang ini menjalankan operasi di Sri Lanka dengan memanfaatkan sumber daya di sini dan tidak membayar iuran.”
Peringatan ancaman teroris baru-baru ini oleh AS juga telah mempengaruhi masyarakat setempat. “Penduduk dan penyedia jasa pariwisata setempat memberi tahu kami bahwa dalam beberapa minggu terakhir, imbauan dan ancaman telah mengakibatkan properti mereka diawasi dan diperiksa oleh militer,” kata Arulingam.
“Sebagai warga negara Sri Lanka, kami belum mengetahui apakah ada masalah keamanan yang sebenarnya atau ini hanya taktik intimidasi AS untuk menjaga agar Sri Lanka tetap terkendali. Kami prihatin dengan apa yang terjadi di Teluk Arugam.”.(Sumber)