Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan pada Rabu (22/6/2022), ekonomi negaranya telah runtuh.
Wickremesinghe mengungkap kabar tersebut setelah berbulan-bulan menghadapi kelangkaan pasokan pangan, bahan bakar, hingga obat-obatan.
Kini, Kolombo bahkan tidak mampu membeli minyak impor yang sangat dibutuhkan oleh penduduknya.
“Kita sekarang menghadapi situasi yang jauh lebih serius di luar sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan,” ucap Wickremesinghe, dikutip dari Associated Press.
“Ekonomi kita runtuh sepenuhnya. Itu adalah masalah paling serius di hadapan kita hari ini,” sambungnya.
Wickremesinghe juga sedang memegang jabatan Menteri Keuangan Sri Lanka. Ia ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas ekonomi negara yang tengah berada dalam cengkeraman krisis dan utang itu.
“Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation memiliki utang USD 700 juta (Rp 10,3 triliun). Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang bersedia menyediakan bahan bakar untuk kita. Mereka bahkan enggan memberikan BBM secara tunai,” ujarnya.
Wickremesinghe mengatakan, pemerintah telah gagal dalam mengambil langkah cepat untuk memutarbalikkan keadaan. Alhasil, cadangan devisa negara terus menyusut hari demi hari.
“Jika langkah-langkah setidaknya telah diambil untuk memperlambat keruntuhan ekonomi di awal, maka kita tidak akan menghadapi situasi sulit hari ini.
Tetapi, kita kehilangan kesempatan ini. Kita sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah, ” tutur Wickremesinghe.
Sri Lanka akan segera mengadakan konferensi donor dengan China, India, dan Jepang untuk mencari bantuan luar negeri guna menemukan jalan keluar dari krisis ekonomi ini.
Tim khusus dari Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) juga dijadwalkan akan mengunjungi Sri Lanka pada pekan depan.
“Kami membutuhkan dukungan dari India, Jepang dan China, yang telah menjadi sekutu bersejarah,” ujar Wickremesinghe.(Sumber)