Presidensi G20 Indonesia sejak awal memulai serangkaian agendanya dengan semangat untuk pulih bersama. Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” untuk mengajak negara-negara G20 agar dapat pulih bersama dalam menghadapi krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19.
Semangat tersebut hingga kini semakin relevan ditengah tantangan global yang terjadi saat ini.
Saat dalam pembukaan The 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit di Gedung Nusantara II DPR RI, Rabu (5/10), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan bahwa krisis global yang sedang terjadi harus diatasi bersama-sama dengan semangat solidaritas. Tujuannya, agar tidak menimbulkan ego yang akan mempersulit negara-negara di dunia untuk bertahan menghadapi krisis global.
“Kita berkumpul di sini hari ini karena dunia telah berubah dengan cepat. Kita menyebutnya sebagai ‘perfect storm’, yaitu krisis multidimensi yang cepat. Seperti, tantangan keamanan, ekonomi, dan lingkungan ini telah menunda upaya kita untuk mempercepat pemulihan,” tegas Menko Airlangga.
Terkait tantangan yang muncul akibat perubahan iklim, Menko Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia mementingkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi yang tetap memperhatikan aspek lingkungan. Indonesia telah melakukan transisi energi dengan berbagai upaya mulai dari co-firing PLTU dengan blue ammonia, carbon capture dan storage, serta financial model untuk untuk PLTU yang tidak efisien. Hal tersebut juga terkait dengan target untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Transisi energi harus berkeadilan, berkelanjutan, dan afordable bagi masyarakat,” tegas Menko Airlangga.
Menko Airlangga dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan bahwa Indonesia mendesak negara-negara maju untuk memenuhi janji mereka untuk menyediakan pendanaan untuk penanganan perubahan iklim sebesar USD100 miliar kepada negara-negara berkembang.
Menyoal kondisi perekonomian nasional saat ini, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa kinerja ekonomi Indonesia hingga saat ini baik dan mampu tumbuh 5,44 persen pada Q2 tahun 2022.
“Indonesia optimis karena memiliki modalitas ekonomi yang sembari melanjutkan reformasi struktural yang ada. Kinerja perdagangan Indonesia juga bertahan di rekor tinggi selama dua puluh delapan bulan berturut-turut, mencapai USD24,8 miliar,” ungkap Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Menko Airlangga kembali menegaskan bahwa multilateral platform seperti G20, PBB, WTO, harus tetap relevan dengan situasi saat ini dan memastikan stabilitas internasional.
Forum G20 sendiri merupakan forum yang terbentuk dari krisis ekonomi tahun 1998 dan saat ini mewakili 85% PDB global dan 75 persen perdagangan dunia. Di tengah krisis multidimensi dengan posisi negara yang sangat terfragmentasi saat ini, G20 harus tetap memiliki peran yang kuat dan tidak boleh redup.
“Sebagian besar konteks dalam concrete deliverables yang dibahas pada pertemuan-pertemuan working group dan engagement group telah disepakati. Satu-satunya masalah yang masih ada adalah geopolitik. Oleh karena itu, pertemuan Parliament 20 (P20) diharapkan dapat menyelesaikan masalah geopolitik yang tersebut,” tegas Menko Airlangga.
Dalam sesi doorstop dengan awak media, Menko Airlangga selain menyampaikan hal-hal penting yang disampaikan dalam acara P20 juga menjelaskan bahwa Indonesia akan terus membangun infrastruktur digital karena cross border dari payment membutuhkan dukungan infrastruktur digital yang mumpuni.
Selanjutnya, Menko Airlangga juga menyampaikan kepada awak media terkait program KUR yang sangat berkontribusi terhadap ketahanan pangan.
“Indonesia juga mendapatkan apresiasi dari FAO dan berbagai lembaga internasional karena salah satu keberhasilan ekosistem Indonesia di sektor pangan salah satunya karena pembiayaan yang murah.
Beberapa negara ingin mereplikasi program tersebut, termasuk juga mendapatkan perhatian dari World Bank,” pungkas Menko Airlangga(Sumber)