Segala kebijakan harus dilakukan secara hati-hati di tengah ketidakpastian global yang bisa menekan upaya pemulihan ekonomi dunia dan meningkatkan kekhawatiran risiko resesi.
Hal tersebut diingatkan Presiden Joko Widodo kepada jajaran menteri saat memimpin sidang kabinet paripurna (SKP) di Istana Negara, Jakarta, Selasa kemarin (11/10).
Presiden mengungkapkan telah ada 28 negara yang meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
“(sebanyak) 14 sudah masuk dan 14 lainnya dalam proses. Tentu ini magnitude-nya lebih besar daripada krisis di tahun ’98. Nah tentu Bapak Presiden juga mengingatkan untuk mengambil kebijakan secara berhati-hati,” ujar Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan pesan Presiden Jokowi.
Menko Perekonomian mengungkapkan, IMF juga telah memangkas proyeksi ekonomi global tahun 2022 dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
Beberapa risiko yang perlu diperhatikan, kata Airlangga, yakni perubahan iklim berupa gelombang panas dan kebakaran hutan yang terjadi di Eropa, cuaca ekstrem di Amerika, hingga kekeringan dan krisis pangan.
Dari sisi eksternal, Indonesia diyakini memiliki ketahanan yang cukup kuat. Meski nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga enam persen, namun relatif masih lebih kuat dibandingkan sejumlah negara, seperti Kanada, Swiss, Nepal, Malaysia, Thailand, dan Inggris.
“Indikator eksternal kita relatif kuat. Volatility index kita sekitar 30,49 atau dalam range indikasi 30. Kemudian terkait dengan level indeks Exchange Market Pressure (EMP) kita juga di angka 1,06 atau di bawah 1,78,” sambung Airlangga.
Dari internal, ekonomi Indonesia juga relatif kuat ditopang oleh konsumsi dalam negeri. Airlangga pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 dapat mencapai 5,2 persen.
“Dari internal ekonomi kita relatif kuat karena kita punya domestic market. Tahun depan pun pertumbuhan ekonomi kita antara 4,8 sampai 5,2 (persen). Jadi tentu berbagai lembaga yang memprediksi tersebut melihat bahwa Indonesia relatif kuat,” tutup Airlangga.(Sumber)