Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menyampaikan bahwa saat ini industri manufaktur mengalami peningkatan dan semakin ekspansif.
Hal ini, kata Airlangga terlihat dari angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai 53,7 pada bulan September 2022, atau naik dari 51,7 pada Agustus 2022.
Bahkan, PMI Indonesia pada bulan September ini merupakan yang tertinggi dari rata-rata negara di ASEAN yang hanya di angka 53,5.
”PMI Indonesia masih solid mengalami pertumbuhan dan terus ekspansif. Ini menunjukkan perbaikan yang konsisten sektor industri manufaktur Indonesia, setidaknya beberapa bulan terakhir, dan juga percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Senin (3/10).
Airlangga menyampaikan, capaian tersebut menandakan pertumbuhan pada aktivitas industri manufaktur yang didorong oleh pemulihan ekonomi yang berlanjut atas dampak dari krisis disrupsi rantai pasok dan pandemi Covid-19. Hal ini terkonfirmasi dengan adanya rata-rata peningkatan utilisasi sektor industri manufaktur di bulan Agustus 2022 sebesar 71,40 persen naik dibandingkan dengan 69,30 persen pada bulan Juli 2022.
Adapun sektor-sektor yang mengalami kenaikan utilisasi cukup tinggi antara lain industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer; industri alat angkut lainnya, reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan; industri makanan, industri minuman; industri kertas dan barang dari kertas; industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia; industri karet dan barang dari karet dan plastik; dan industri tekstil.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga merilis data realisasi inflasi Indonesia pada September 2022 yang tercatat sebesar 5,95 persen (YoY), atau masih dikatakan cukup terkendali dibandingkan inflasi di berbagai negara yang relatif tinggi.
Angka realisasi September ini, kata Airlangga juga lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan awal maupun konsensus Bloomberg yang sebesar 6,00 persen (YoY).
Airlangga menjelaskan, masih terkendalinya inflasi pada bulan September ini ditopang oleh deflasi harga bergejolak (volatile food) sebesar -0,79 persen (MtM) berkat extra effort yang dilakukan Pemerintah seperti gerakan tanam pangan, operasi pasar dan subsidi ongkos angkut.
“Secara bulanan, inflasi September terutama disumbang oleh kenaikan harga bensin, tarif angkutan, dan solar. Namun demikian, tekanan inflasi masih bisa tertahan oleh penurunan harga aneka komoditas hortikultura seperti bawang merah dan aneka cabai”, ungkap Menko Airlangga.
Secara bulanan inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen (MtM) merupakan tertinggi sejak Desember 2014 sebesar 2,46 persen (MtM), di mana pada saat itu
inflasi juga didorong dari penyesuaian harga bensin dan solar yang dilakukan pada 17 November 2014.(Sumber)