Aturan perdagangan karbon melalui bursa karbon baru saja diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan penerbitan regulasi ini artinya bursa karbon Indonesia akan segera meluncur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon menyusul diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.
“Kalau bursa (karbon) di Bursa Efek Indonesia,” kata Airlangga saat ditemui di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).
Di sisi lain, OJK baru merilis aturan tersebut pada Rabu (23/8) kemarin. Hingga saat belum OJK belum menetapkan secara resmi siapa yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon.
Lewat bursa karbon ini, diharapkan nantinya perusahaan-perusahaan peserta perdagangan karbon bisa mengumpulkan karbon kredit. Perusahaan ini akan dikenakan pajak karbon. Rencananya, pajak karbon baru diterapkan pada 2025.
“Pajak karbon nanti kita, pajak karbon kan ini harus kita lihat juga dengan karbon trading. Jadi mesti ada insentif dan disinsentif,” ujar.
Sebagai tambahan informasi, tak lama setelah penerbitan aturan ini, BEI mengaku siap menjadi penyelenggara bursa karbon. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik.
“BEI siap mengajukan diri sebagai penyelenggara bursa karbon,” ujarnya kepada wartawan dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (24/8)..
Total ada 10 poin yang diatur dalam POJK Bursa Karbon ini. Adapun substansi dari aturan ini di antaranya disebutkan kalau pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa karbon harus memiliki izin usaha sebagai penyelenggara bursa karbon dari OJK.
Selain itu, penyelenggara bursa karbon dapat melakukan kegiatan lain serta mengembangkan produk berbasis Unit Karbon setelah memperoleh persetujuan OJK.
Penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon wajib diselenggarakan secara teratur, wajar, dan efisien. Berikutnya, penyelenggara bursa karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp 100 miliar serta dilarang berasal dari pinjaman.
“Pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Penyelenggara Bursa Karbon wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK serta wajib melalui penilaian kemampuan dan kepatutan,” bunyi poin keenam.
Berikutnya, OJK juga menegaskan akan melakukan pengawasan terhadap perdagangan karbon melalui bursa karbon yang antara lain meliputi pengawasan penyelenggara bursa karbon, infrastruktur pasar pendukung perdagangan karbon, pengguna jasa bursa karbon, transaksi dan penyelesaian transaksi Unit Karbon SP 104/GKPB/OJK/VIII/2023.
Pengawasan juga akan dilakukan menyangkut tata kelola perdagangan karbon, manajemen risiko, perlindungan konsumen, serta, pihak, produk, dan/atau kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan karbon melalui bursa karbon.(Sumber)