Pergantian posisi ketua umum PPP disinyalir akan berdampak terhadap soliditas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Hal ini disebabkan adanya indikasi pemegang kekuasaan politik yang ikut bermain dalam kisruh di partai berlambang Kakbah ini.
Analisis ini disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) A Khoirul Umam. Menurutnya sinyal kontrol kekuasaan politik itu muncul dari pengesahan SK kepengurusan PPP di Kementerian Hukum dan HAM yang hanya dilakukan dalam waktu singkat.
Menurut Umam, KIB harus merespons kondisi ini dengan cepat, Jika tidak, bukan tidak mungkin KIB benar-benar layu sebelum berkembang seperti yang diprediksi beberapa pihak.
“Dengan demikian, polemik ‘amplop kiai’ bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP. Situasi ini menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB. Prediksi KIB akan layu sebelum berkembang seolah akhirnya terkonfirmasi,” ujar Umam kepada wartawan, Senin (12/9).
“Bahkan, sejumlah informasi spekulatif mengabarkan bahwa operasi politik pendongkelan pimpinan partai KIB yang lain, belakangan ini juga kian menyeruak. Salah satu partai yang patut mengantisipasi ini adalah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto,” imbuhnya.
2 dari 3 halaman
Besar Kemungkinan Dipicu Pembentukan KIB
Analsis Umam ini berdasarkan fakta bahwa kedua ketua umum PPP yang berselisih berada di pemerintahan. Suharso Monoarfa merupakan Menteri PPN/Bappenas, sementara Muhammad Mardiono yang jadi plt ketua umum adalah anggota Wantimpres. Umam melihat ada kekuatan politik yang terhalang dari keputusan Suharso memilih bergabung dengan KIB.
“Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya,” tutur Umam.
Posisi Mardiono sebagai koordinator di KIB tidak menjamin ketetapan pilihan politik PPP. Bisa jadi kepemimpinan baru akan membawa PPP ke jalan politik yang berbeda.
“Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP,” kata Umam.
Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Jakarta ini menuturkan, pilihan PPP mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 akan memengaruhi eksistensi partai berlambang Kakbah itu.
“Problemnya, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan keberlangsungan eksistensi PPP ke depan. Jadi, dibutuhkan kerja keras, karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elite partai Senayan,” jelas Umam.
Pilihan Politik Mardiono
Sementara pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah melihat akan sulit menerka pilihan politik Mardiono. Sebagai pemimpin baru, dia diprediksi akan mendengar aspirasi kader. Bukan tidak mungkin aspirasi kader PPP selama ini tidak di KIB.
“Belum tentu juga bahwa bergabungnya PPP ke KIB punya dukungan kuat kader di bawah. Jangan-jangan itu batu loncatan kenapa kemudian Suharso itu di-impeach. Bisa jadi karena Suharso banyak mengambil keputusan personal, salah satunya tidak melibatkan kader,” kata Dedi.
“Kalau kemudian itu terjadi, maka Mardiono mau tidak mau harus ikut keinginan kader PPP, dan keinginan itu sudah pasti berlawanan dengan apa yang diinginkan Suharso,” jelasnya.
Sementara sosok Suharso lebih dekat dengan ketua umum KIB lain yaitu Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Kedua partai ini dinilai lebih nyaman dengan pimpinan lama PPP.
“Tetapi kalau dilihat kapasitas Mardiono dan Suharso, artinya PAN dengan Golkar mungkin sudah lebih nyaman dengan Suharso dibanding dengan kepemimpinan yang baru ini,” ungkap Dedi.
Namun dalam kesempatan lain, Mardiono menyampaikan komitmennya untuk tetap berada di KIB. “Saya ada di situ, sudah tentu apa yang menjadi pergantian kepemimpinan di PPP ini tentu tidak akan memengaruhi KIB itu,” kata Dedi.
Dengan Plt Ketum yang baru, ditambah suara kader atau akar rumput, Dedi melihat ada kemungkinan PPP keluar dan mencari koalisi baru. “Mungkin PPP bisa saja akan keluar dari KIB dan menggalang koalisi yang baru, ditambah KIB tidak memiliki tokoh berpengaruh dan menjadi simbol untuk merekatkan mereka bertiga,” tegas Dedi.
[Sumber]