Ada 200 standar regulasi yang harus diperbaiki Indonesia kalau ingin bergabung di Komite Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, usai menjamu para duta besar dan Sekjen OECD, Matthias Cormann, di Hotel Park Hyatt, Jakarta Pusat, Kamis malam (24/8).
“Tentunya penerimaan itu mempunyai persyaratan, dan tadi disampaikan ada 200 standar yang perlu diharmonisasi,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan, saat ini pemerintah telah mempersiapkan keputusan presiden (Keppres) untuk membangun standardisasi dan road map dari OECD.
Adapun salah satu hal yang harus diharmonisasi adalah terkait bidang perpajakan.
“Jadi, apakah itu perpajakan? Apakah itu terkait dengan BUMN? Apakah itu sesudah mereka menerima baru kita bahas dan kita lihat satu persatu,”tutupnya.
Menko Airlangga menekankan bahwa diperlukan kerja sama dan aksi bersama untuk menghadapi tantangan global yang berkembang signifikan. Di mana dinamika geopolitik yang terjadi menciptakan pola kerja sama internasional yang terfragmentasi serta menghambat aliran perdagangan, investasi dunia, dan melemahkan perekonomian dunia.
Selain itu, dampak dari pandemi Covid-19 dan krisis finansial global masih dirasakan mayoritas masyarakat dunia.
Lebih lanjut, Menko Airlangga menerangkan bahwa performa perekonomian Indonesia tetap terjaga solid. Pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen di Kuartal II-2023 atau 5,11 persen di sepanjang Semester I-2023.
Sementara neraca perdagangan melanjutkan tren positif selama 38 bulan berturut-turut, surplus 7,82 miliar dolar
Hal tersebut turut menjadi modal Indonesia dalam berproses untuk menjadi anggota OECD. Selain profil sebagai negara demokratis, mitra strategis bagi OECD dan negara anggota OECD, hingga peran kepemimpinan global yang telah teruji antara lain melalui Presidensi G20 dan Keketuaan ASEAN.(Sumber)